Kondisi ini diperparah lagi dengan sikap konsumen yang lebih memilih kenyamanan saat berbelanja. Toko-toko retail yang ada hingga dimulut gang dilengkapi dengan pendingin ruangan. Meski tidak berbelanja, konsumen yang hanya sekadar ‘ngadem’ tidak dilarang. Malah disambut dengan kata-kata yang manis dari pelayan toko.
Senada dengan Titik, Sosiolog Universitas Airlangga Surabaya DR Bagong Suyanto mengatakan hal yang sama. Menurutnya, Alfamart atau sejenisnya disukai masyarakat karena memberikan pelayanan yang berbeda dengan toko-toko pracangan. “Kalau kita masuk di Alfamart atau Indomart, pelayan tokonya langsung menyambut dengan ucapan salam. Tapi kalau di warung, jangan harap demikian. Sudah tokonya panas, pemilik warungnya juga tidak ramah dan penampilannya berantakkan. Bagaimana konsumen tidak lari ke retail,” kata Bagong.
Namun, toko retail tersebut tidak bisa seenaknya mengembangkan usahanya. Karena mematikan usaha tradisional masyarakat. Ia kemudian menyampaikan hasil penelitiannya di Madura. Pada saat jembatan Suramadu belum beroperasi, toko-toko pracangan warga di Madura hampir kolaps. “Begitu jembatan Suramadu jadi, banyak toko pracangan yang tutup. Ini benar-benar memprihatinkan,” ujar Bagong.