Hal itu dilihat dari tidak adanya peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dan anggaran belanja daerah 80 persen digunakan untuk belanja rutin, sehingga secara umum hanya mengandalkan pendanaan dari pemerintah pusat.
“Ironinya kewenangan minta ditambah, pembiayaannya minta ditambah, tetapi tidak mau dievaluasi,” ucapnya.
Implikasi dari pemekaran daerah, jelasnya, beban pembiayaan yang ditanggung negara menjadi sangat besar.
Bila lahir daerah otonomi baru, maka harus dibangun kantor-kantor baru yang setingkat dengan pemerintah daerah, seperti polres, kodim, kejaksaan, pengadilan dan sebagainya.
“Padahal tujuan pemekaran ini kan untuk meningkatkan dan mempercepat kesejahteraan masyarakat, mempercepat pemerataan pembangunan di daerah, dan harus diawali dengan peningkatan PAD-nya,” ujar Tjahjo.
Sedangkan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengingatkan pentingnya ada mekanisme penggabungan lagi atau pengembalian daerah otonomi baru yang tidak berkembang dan hanya menjadi beban negara.
“Perlu ditekankan ke daerah, pemekaran daerah itu sangat costly. Daerah bisa terjebak pada situasi hanya bisa bayar pegawainya saja,” jelas Bambang.