Perokok tidak lagi merokok yang mahal tetapi berubah mengkonsumsi rokok-rokok yang murah karena ternyata peningkatan nilai atau harga cukai tidak efektif untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia.
Kenaikan jumlah rokok ilegal, lanjutnya, disebabkan perubahan konsumsi rokok dari golongan I, golongan II dan golongan III menuju rokok ilegal yang lebih murah yang mengikuti selera pasar berupa polos, palsu, saltuk, bekas, dan salson.
“Jumlah konsumsi jenis hasil tembakau diperkirakan tidak jauh berbeda dari hasil Susenas dan survei UGM Yogyakarta, dimana konsumsi sigaret kretek mesin (SKM) lebih banyak dikonsumsi baik oleh konsumen rokok legal maupun ilegal, diikuti dengan sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek tangan (SKT),” ujarnya.
Danis menyatakan, Presiden Prabowo Subianto diharapkan dapat memberikan arahan pada jajaran Kementerian/Lembaga terkait untuk merumuskan kebijakan rokok perlu didukung oleh kajian yang objektif, komprehensif, dan inklusif, dengan dukungan data yang sahih, lengkap, dan transparan, sebagai basis penting perumusan dan implementasi kebijakan yang tepat dan akurat, sehingga kinerja kebijakan dapat lebih efektif dan efisien.