Kedua, melakukan pendampingan petani.
HKTI harus mendampingi petani untuk meningkatkan produksi.
Contoh padi M-400 di Morotai menghasilkan 10,4 ton per hektar dengan pendampingan.
Varietas M-70D juga menghasilkan 8 ton lebih per hektar.
“Hal seperti ini harus berjalan masif,” tutur Moeldoko yang juga Kepala Staf Kepredinan (KSP) ini.
Ketiga, HKTI harus melakukan koordinasi dan komunikasi dengan lembaga terkait dan pemangku kepentingan sehingga dapat menjembatani kepentingan petani.
Keempat, HKTI harus melakukan Social Engineering. Rekayasa sosial dalam pertanian dilakukan HKTI untuk memberikan nilai tambah produk pertanian mulai dari hulu ke hilir.
“Kita bukan hanya memikirkan bertani, tapi end product (produk akhir) juga perlu difikirkan dengan baik,” paparnya.
Moeldoko kembali mengingatkan fungsi HKTI sebagai bridging institution yang menghubungkan petani dengan pemerintah, dunia usaha, lembaga keuangan, perguruan tinggi, dan komunitas.
HKTI harus menjadi yang terdepan dalam meningkatkan kesejahteraan petani, ketahanan pangan, dan kedaulatan pangan.
Komentari tentang post ini