Namun, setelah menuai kritik luas dari publik, pemerintah menegaskan bahwa mekanisme denda damai hanya berlaku untuk tindak pidana ekonomi, bukan untuk kasus korupsi.
Andreas menilai ketidakkonsistenan ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi.
“Pemerintah harus menunjukkan konsistensi dalam penegakan hukum, terutama terkait tindak pidana korupsi yang telah merugikan keuangan dan perekonomian negara. Rakyat membutuhkan kepastian hukum dan keadilan yang nyata. Jangan sampai kebijakan atau wacana yang dilemparkan pejabat negara malah menciptakan celah untuk penyalahgunaan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Andreas menekankan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa yang membutuhkan pendekatan hukum yang tegas dan konsisten.
Ia mengingatkan bahwa pengampunan atau denda damai hanya akan memberi kesan bahwa korupsi bisa dinegosiasikan.
“Sebaiknya sebelum membuat pernyataan kebijakan, pemerintah menggodok dulu secara matang dan jelas sehingga masyarakat tidak penuh pertanyaan dan salah tafsir,” pungkas Andreas.