JAKARTA-Harga minyak mentah dunia semakin terperosok pada penutupan perdagangan Rabu (23/8/2023) waktu setempat atau Kamis pagi (24/8/2023) WIB.
Terpuruknya harga komoditas tersebut hingga sekitar satu persen karena para pelaku pasar mencemaskan permintaan seiring naiknya stok persediaan bahan bakar minyak (BBM) Amerika Serikat (AS) dan lemahnya data manufaktur secara global.
Situasi ini bahkan mampu mengalahkan optimisme terkait penurunan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober 2023 ditutup anjlok 75 sen atau 0,90% menjadi US$78,89 per barel di New York Mercantile Exchange.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober berakhir merosot 82 sen atau 0,98%, menjadi 83,21 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Data Energy Information Administration (EIA) menunjukkan bahwa persediaan BBM AS naik 1,5 barel pekan lalu.
Ini berbanding terbalik dengan prediksi para analis sebelumnya yang memperkirakan persediaan BBM AS turun 888.000 barel.
Sementara itu, cadangan minyak mentah AS turun 6,1 juta barel pada pekan yang berakhir 18 Agustus dipicu tingginya aktivitas kilang minyak dan ekspor.
Sebelumnya, para analis memperkirakan penurunan sebesar 2,8 juta barel.
Kendati kegiatan kilang-kilang minyak terbilang tinggi dan menghabiskan persediaan minyak, tapi permintaan bahan bakar belum terlalu kuat karena kondisi ekonomi yang sulit.
Data manufaktur dari sejumlah survei indeks manajer pembelian (PMI) memberikan gambaran suram mengenai kesehatan perekonomian di seluruh dunia.
Jepang melaporkan penurunan aktivitas pabrik selama tiga bulan berturut-turut pada Agustus.
Kegiatan bisnis zona euro juga melambat lebih dari perkiraan, khususnya di Jerman.
Perekonomian Inggris tampaknya akan menyusut pada kuartal ini, dan berada dalam bahaya jatuh ke jurang resesi.
Aktivitas bisnis AS mendekati titik stagnasi pada Agustus, dengan pertumbuhan paling lemah sejak Februari. (ANES)
Komentari tentang post ini